Jumat, Maret 29, 2024

Kisah Teguh Ambon dan Alika Putri

Baca Juga
- Advertisement -

Cerpen, galuh.id – Namaku Teguh. Dia memanggilku Teguh Ambon. Yups aku memang berasal dari Ambon. Rasanya seperti mendapat label orang kampung di dahiku. Anehnya aku tak protes. Bahkan sampai sekarang orang mengenalku dengan Teguh Ambon. Tak sengaja aku bertemu dengannya lagi di sebuah kota di Pulau Jawa, Kota Paris pada masanya alias Kota Bandung.

Hmm…dia kurus sekali. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi saat melihat dia lagi, aku seperti melihat sosok mayat berjalan. Dia begitu pucat, kurus, dan matanya yang pernah menangisi kisahku itu tampak redup.

Itu bukan Alika yang kukenal. Tapi yah aku menemukannya di sini. Di sebuah toko DVD, dia tampak asyik memilih DVD. Aku takut salah orang, jadi aku tak menyapanya. Tapi kemudian dialah yang melihatku, langsung mengenaliku, yeah aku memang tak banyak berubah. Masih tinggi, hitam (tapi manis, itu katanya sih tapi aku gak yakin), keriting, dan bermata sendu (itu pun katanya). Dia pun tersenyum dan menghampiriku.

- Advertisement -

Ketika dia mendekat aku tak bisa berkata-kata. Bibirku bergerak-gerak tak tahu apa yang harus kukatakan. Dia begitu…cantik walau dengan wajah pucat, mata redup dan tubuh kurusnya.

“Hai Teguh, Tegun Ambon kan? Masih ingat aku?”

“Alika…Alika…Alika…” entah kenapa aku memangilnya tiga kali seperti itu.

“Ya, lagi ngapain disini?”

“Lagi ngunjungin teman nih…”

“Apa kabar?” Dia bertanya.

“Apik apik wae, hehehe, Alika tambah kurus aja,” ya ampun kenapa aku malah mengatakan itu, harusnya aku bertanya kembali kabarnya.

“Iya nih gara-gara sibuk pacaran,” jawaban yang sangat Alika sekali.

“Sibuk pacaran sama satu orang apa banyak orang nih?”

“Ah tahulah kau…”

“Hahaha…” kami tertawa bersama.

Ketika kami keluar dari toko itu, aku mengajaknya ke sebuah café yang dekat dari sana. Tapi dia menolaknya, dia tampak berpikir sebelum akhinya mengajakku ke rumahnya.

Dan inilah aku, si Teguh Ambon sekarang duduk si sebuah ruang tamu, menunggunya. Hmmm dia memang persis seperti yang pertama kali aku mengenalnya, dulu ratusan hari yang lalu; dia seorang Tuan Putri, hidup di sebuah istana dengan banyak pelayan yang selalu siap sedia melayani segala kebutuhannya.

Ratusan hari yang lalu aku berpikir aku salah berpikir seperti itu, karena ratusan hari yang lalu Alika yang kukenal adalah Alika yang bekerja pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (jangan berpikir tentang seekor kupu-kupu malam ah).

Pagi-pagi dia kembali ke kosnya yang sempit, sekamar dia berdua, sungguh berbeda dengan rumahnya sekarang. Siangnya dia kuliah, satu kampus denganku.

Awalnya aku tak terlalu mengenalnya, tapi dalam satu acara OSPEK jahanam, aku masih sangat ingat, tengah hari. Sungguh acara membosankan. Ngantuk. Tiba-tiba dia sudah ke depan kelas. Entah bagaimana awalnya, mungkin dia dihukum karena melakukan sesuatu atau mungkin dia sama ngantuknya denganku sehingga dilayaninya ajakan senior untuk maju ke depan kelas. Tahukah teman apa yang dilakukannya?

“Namanya siapa?”

“Alika, Alika Putri”

“Mau apa nih Alika? Nyanyi? Nari?”

“Boleh pinjam mic-nya?”

“Boleh,” seorang senior yang menanyainya memberikan mic yang sedang dipegangnya.

“Teman-teman, ngantuk sekali yah? Bagaimana kalau semua berdiri, kita bernyanyi Mars Fakultas Hukum…”

Dengan malas kami semua berdiri, dengan lantang dia memimpin kami bernyanyi…fakultas hukum fakultas pilihanku, pantang mundur meski sudah umur…fak hukum pilihanku…la la la la…tapi bukan itu saja yang dia lakukan!

“SALAM FH!” Damn!

Kalau teman sempat menonton acara OSPEK Fak Hukum Universitas…Bra… pasti sepakat kalau yang dinamakan SALAM FH itu adalah tontonan menarik karena sangat norak tapi juga lucu.

Jadi Salam FH itu, berdiri tegak kaki dibuka sedikit lebar, tangan kiri di pinggang, tangan kanan teracung ke atas, jangan lupa jari-jari tangan kanan mengepal, selipkan jempol diantara telunjuk dan jari tengah, itu lho mirip Kuku Bima kemudian pinggul di goyang sambil teriak, wess ewesss…serrr! Pada kata serrr tegakkan lagi badan. Uhhhh…sangat norak tapi lucu. Katanya itu simbol, pinggul bergoyang artinya walau bumi bergoyang, hukum harus tetap ditegakkan! Setegas Bima dengan kukunya itu.

Dan yups dia memimpin kami melakukan ritual Salam FH! Bayangkan seorang wanita imut-imut berdiri di depan memimpin segerombolan orang-orang bosan untuk melakukan ritual norak itu. Padahal kami paling ogah melakukan itu walau berdua sama senior pun. Ini dia lakukan di depan kelas dengan sukarela. Aku mulai bertanya-tanya siapa sih cewek ini? Apa urat malunya sudah putus atau bagaimana? Namun, kejutan tidak sampai di sana.

“Masih mau yang asyik gak?”

“Mauuuu…” semua orang menjawab dengan antusias.

“Saya akan bernyanyi, sebuah lagu daerah saya, eh saya berasal dari Sunda…tolong jangan protes, karena seorang teman pernah bilang bahwa suara saya sangat merdu, semerdu Rhoma Irama, padahal saya berpikir suara saya semerdu Paramitha Rusadi”

Tak ada yang tak tertawa di ruangan itu. Oke mungkin cewek yang mengaku bernama Alika ini mungkin urat malunya sudah putus. Tapi dia lucu dan sangat menghibur…dan inilah Alika Putri yang pertama kali kukenal mulai bernyanyi.

Tilu puluh menit urang didieu, henteu nyoara…

Jeung kuring reuwas kudu nungguan lila…

Kecap ti anjeun…

Mungkin perlu kursus ngarangkai kecap

Kanggo nyoara

Jeung kuring kehel, kudu jujur ka anjeun, tentang rasa ieu

Jam dinding nyengseurikeun karna kuring cicing jeung teuuu ngomong

Hayang nyareukan diri sorangan, nu teu walakaya di payunen anjeun

Aya nu sanes…dina imut anjeun, nu nyieun letah kuring teu bisa gerak

Aya katumbiri dina bola panon anjeun

Jeung maksa kuring ngomong abdi deudeuh ka anjeun…

Orang Sunda ada yang kenal lagu daerah itu? Aku yakin nggak ada selain dia. Tentu saja karena itu adalah lagu Jamrud-Katumbiri dina Panon Anjeun, eh Pelangi di Matamu versi sunda. Ohhh Tuhan…cewek yang mengaku bernama Alika ini selain lucu, menghibur, she is smart too. Dan jangan lupa dia juga cute. Tepuk tangan takjub bergemuruh, anehnya kantuk seolah pergi jauh dari ruangan itu.

Begitulah ketika waktunya makan siang, semua orang tampaknya berlomba-lomba untuk mengenalnya. Dan cerita dia menyanyi lagu Jamrud dengan versi Sunda itu menyebar sampai seantero kampus (yeah aku berlebihan memang!). Hal itu jadi salah satu alasan kenapa dia jadi sangat beken di kampus kami.

Selain karena hal-hal buruk yang dilakukannya. Baiklah kukatakan dengan jujur padamu Teman, dia seorang badgirl teman. badgirl yang dibenci sekaligus dikagumi. Apa namanya cewek yang berganti pacar setiap Minggu? Membuat beberapa dosen walkout dari kelasnya?

Atau tak sadar ke kampus dengan memakai sendal jepit dan menghabiskan waktu 30 menit untuk memprotes Dosen. Tentu saja dia diusir karena memakai sendal jepit, dia berdebat dengan sang dosen sampai dia diijinkan untuk masuk kembali. Yeah…tak ada lagi kata yang tepat selain badgirl.

Sayangnya aku baru bisa ‘dekat’ –aku sengaja memakai tanda petik di kata dekat-beberapa bulan kemudian, ketika aku dan dia mengikuti sebuah pencucian otak (itu istilah dia). Sebetulnya acara semacam pengenalan organisasi dari sebuah organisasi ekstra kampus. Organisasi hijau, begitu dia menyebutnya.

Momen itu tidak kusia-siakan. Aku banyak bertukaran pikiran dengannya. Dan seperti yang sudah kuduga. She is very smart. Walau terkadang terlihat polos dan naif.

Sebagaimana normalnya seorang laki-laki aku pernah mengangankan untuk jadi salah satu pacarnya. Tapi rasanya itu tidak mungkin. Di kampus kami dia termasuk mahasiswa blok cemara. Satu blok yang terdiri dari kawanan mahasiswa borju yang biasa nongkrong di bawah cemara, mengobrol omong kosong, malam hari terkadang mabuk-mabukan.

Walaupun dia berada di kawanan seperti itu. Dia salah satu jenis anomali. Berbeda dari kawanannya. Dia bergaul dengan siapapun. Termasuk denganku. Teguh dari Ambon seorang pentolan blok hijau. Blok mahasiswa yang sering terlibat konflik dengan aparat karena demo-demo yang oleh blok cemara dicemooh habis-habisan, blok mahasiswa yang berjuang (?) di bawah panji-panji organisasi hijau (aku bisa mendengar ada suara prtttt ketika menulis bagian ini). Iya deh…prtttt!

Aku masih ingat suatu malam kami berdua berada di Sekret organisasi hijau. Jangan tanya padaku kenapa kami bisa hanya berdua seperti itu. Aku juga tidak ingat. Dia tampak kusut. Agak meracau tak jelas. Tentang keluarganya yang dibilangnya membuangnya.

Aku pun tergerak untuk bercerita tentang keluargaku. Sebuah kisah memilukan, sebuah trauma yang hanya kuceritakan padanya. Aku dipanggil Teguh Ambon karena memang terlahir di Ambon, Ambon? Kota itu pasti kamu tahu, kota yang pernah terlibat konflik, bahkan sampai sekarang. Disanalah aku hidup bersama kedua orangtuaku dan dua orang adik.

Awalnya kami bahagia. Sampai suatu konflik SARA membuat kami terpisah. Aku terpaksa mengungsi ke Kota Malang, kota dimana aku bertemu dengannya. Sampai sekarang, aku belum berani pulang.

Dia menangis mendengar ceritaku, entahlah apa itu karena ceritaku atau karena dia mengingat nasibnya. Tak pernah kusangka dia kemudian memelukku, tersedu-sedu di bahuku. Mengusap rambut keritingku, menatap mataku, kemudian mengelusnya dengan tangannya, kemudian memelukku lagi.

Dia hampir tak mengatakan apa-apa, dia hanya menangis dan memelukku. Anehnya, sejak saat itu aku merasa aku tak sendirian lagi.

Hubungan baik itu tak berjalan lama. Sampai pemilihan presiden kampus. Kampus kami adalah sebuah republik teman, namanya keren, sungguh keren, REPUBLIK DEMOKRATIK MAHASISWA, satu-satunya republik yang ada di kampus kami.

Dan lembaga pemerintahannya pun berbeda, bukan BEM, bukan pula EM, tapi BPM, Badan Pemerintahan Mahasiswa. Kalau di kop surat namanya menjadi mentereng. Badan Pemerintahan Mahasiswa Republik Demokratik Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas…Bra…huh keren.

Sayangnya kabinetnya tak seimbang, hanya terdiri dari kawan baik. Dia bilang penuh dengan poliTIKUS Busuk. Sama busuknya seperti penghuni Gedung Senayan di Ibukota. Tapi apa dia lebih baik?

Dia menggalang semacam kekuatan di luar blok cemara dan blok hijau. Dia menjadi semacam provokator untuk menolak Pemilu. Dia mengajak mahasiswa lain untuk Golput! Sungguh berbahaya. Dan dia melakukannya sendirian.

Awalnya baik Blok Cemara maupun Blok Hijau meremehkan usahanya. Kami biarkan dia berceloteh setiap pagi membagikan semacam brosur yang isinya tentang betapa bobroknya Republik kami.

Tapi bummm! Kejutan terjadi ketika waktu nyoblos tiba. Kandidat Blok Hijau yang sangat mumpuni untuk jadi presiden, kalah tipis oleh kandidat dari Blok Cemara yang tukang bolos kuliah, IP nasakom, pemabuk, jungkies dan temperamental. Bukannya berarti kandidat Blok Hijau lebih baik, tapi kandidat Blok Hijau setidaknya lebih waras.

Penyebabnya, tentu saja karena dia!

Jadi begini ceritanya Teman, kampus kami punya massa mengambang yang tentu jumlahnya lebih besar daripada massa pendukung Blok Hijau maupun Blok Cemara. Massa mengambang ini diprediksikan bisa dipengaruhi (dengan bermacam kampanye tentunya) dan dengan pasti mendukung kandidat Blok Hijau karena kandidat Blok Bijau terkenal lebih waras daripada kandidat Blok Cemara.

Karena celotehannya tiap pagi inilah massa mengambang yang diperkirakan akan memilih kandidat Blok Cemara menjadi Golput! Hal ini berakibat kurangnya dukungan pada kandidat Blok Hijau dan keuntungan besar untuk kandidat Blok Cemara.

Di pemilihan presiden mahasiswa selanjutnya banyak yang mengikuti jejaknya. Tapi tak ada yang seberhasil dan seberani dia. Selain karena dia melakukannya secara terbuka; mencantumkan nama lengkap, NIM, dan nomor HP di setiap brosurnya (setelah PEMILU selesai dia membuang nomor itu) dia juga melakukannya sendirian tanpa ada kepentingan apapun di dalamnya.

Selain itu, sebenarnya dia punya faktor x, yaitu kedua kandidat presiden adalah sahabatnya. Pada siapa kandidat Blok Hijau meminjam catatan, buku-buku kuliah, atau meminta tumpangan? Pada Alika Putri. Siapa yang setiap kali menyeret kandidat Blok cemara dari got atau dari jalanan atau dari pub karena mabuk dan tak sadar setiap dini hari? Tentu saja orangnya Alika Putri.

Karena itulah tak ada yang berani menerornya walaupun dia mencantumkan nama dan nomor HP. Dia punya semacam backing. Dan backingnya itu adalah orang-orang yang dilawannya.

Di kemudian hari, dia sempat meminta maaf kepada temannya yang menjadi kandidat Blok Hijau, tapi bukan berarti dia mengakui kesalahannya. Dia merasa tak pernah salah.

Dia menyampaikan aspirasinya, kebetulan aspirasinya menjadi inspirasi bagi kawan-kawan kami sehingga banyak yang mengikuti jejaknya. Dia meminta maaf karena perbuatannya membuat persahabatan mereka putus. Dan kandidat Blok Hijau tak pernah berhenti mencaci-makinya di setiap kesempatan.

Akhirnya aku yang turun tangan. Kuperingatkan kandidat Blok Hijau bahwa perbuatannya itu bisa menjadi awal terjadinya perpecahan dalam Republik kami bahkan mengarah pada tawuran massa.

Dia kemudian lebih merapat ke Blok Cemara bahkan pernah kudengar dia ditawari jabatan sebagai menteri dalam kabinet, jabatan yang tentu saja ditolaknya. Segala usahanya itu bukan dalam rangka mencari jabatan. Dia tak butuh itu. Dia tak punya waktu untuk terlibat dengan kebusukan republik, dia cukup sibuk dengan magangnya di sebuah firma hukum.

Apa yang dilakukannya tak lebih dari kemuakkannya atas sikap para politikus kampus yang menurutnya tak pantas menjadi wakil mahasiswa, terlalu mendahulukan kepentingan golongan, begitu katanya.

Karena secara tidak langsung dia menjadi penyebab kemenangan kandidat Blok Cemara dia tentunya akan dilindungi oleh Blok Cemara. Nah, kalau dia terus menerus dicaci maki oleh kandidat Blok Hijau bersama kawanannya, aku takut ada sentimen solidaritas di pihak Blok Cemara, bisa saja karena rasa pembelaan padanya menyebabkan kedua blok saling serang.

Huh, dia hampir menjadi penyebab darah tertumpah di Republik mentereng kami itu. Heran juga bagaimana dia menahan sentimen solidaritas kawanan Blok Cemara itu yah?

Pada pemilihan selanjutnya dia hampir menjadi kandidat presiden wanita pertama di Republik kami. Dia didukung oleh Blok Cemara dan sebagian besar massa mengambang. Sayangnya dia tak mau. Karena…ah kan sudah kubilang dia tak punya waktu untuk terlibat dengan kebusukan Republik.

Tak kusangka cewek badgirl itu akan kutemui lagi sekarang. Dan inilah kami sekarang, mengobrol tentang masa-masa genting itu di depan sebuah kolam renang yang ada di istananya.

Tak banyak yang bisa kuceritakan padanya selain kesibukanku di sebuah LSM dan fakta bahwa sampai detik ini aku belum juga bisa menyamakan kedudukan dengannya sebagai Sarjana Hukum.

Dia memang tampak antusias mendengarkan segala ceritaku. Sampai aku sadar aku sedang bermonolog diawasi sebuah mata redup yang cukup menyenangkan. Ahhhh cewek badgirl satu ini, tak pernah berubah sedikitpun; selalu saja bisa membuatku merasa tak sendirian.

Sayangnya ketika kupancing dia untuk menceritakan kehidupannya, anehnya aku merasa telah mendengar ceritanya itu dari orang-orang. Aku tak heran, dia memang anomali, sangat berbeda dari kawanannya. Jadi pantaslah kalau dia selalu jadi buah bibir.

Di akhir perjumpaan kami, dia mengundangku untuk sering-sering berkunjung. Walau aku tahu itu basa-basi, tapi aku berjanji padanya aku akan datang setiap saat ketika aku butuh sebuah mata yang mendengarkan dan sebuah telinga yang mengawasi: matanya, telinganya.

Jika saat itu datang lagi pada kami, jika kami bisa berjumpa dengan manis seperti ini lagi, aku berharap aku bisa mendengarkan cerita yang berbeda dari yang kudengar dari orang-orang tentang dia. (galuh.id/Ndu)U

 Malang, 19 April 2009

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -
 
 
Berita Terbaru

Momentum Nuzulul Qu’ran, Bupati Ciamis Serahkan Bantuan Keagamaan

Berita Ciamis, galuh.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ciamis, Jawa Barat, memperingati Nuzulul Qur'an tingkat kabupaten di Masjid Agung Ciamis,...

Artikel Terkait