Ciamis, galuh.id – Mungkin Anda bertanya-tanya ada apa dengan kata Galuh ini? Kenapa penting untuk ditulis sebagai bahan bacaan bagi Anda? Alasan saya menulis tentang kata ini adalah karena sebagian dari kita merasa, beberapa kata yang ada dalam bahasa Indonesia masih terdengar asing dan tidak populer.
Pun saya merasa ketika menemukan suatu kata yang masih asing, saya merasa tergelitik untuk mencari taunya. Nah, pertanyaan mendasar saya, sebagai yang masih asing dengan kata ini.
Setelah saya menelusuri beberapa literatur terkait kata ini, saya menemukan dan memetik kesimpulan bahwa kata ini ternyata diambil dari bahasa sanskerta yang mana dalam padanan bahasa Indonesia diartikan dengan ‘permata’. Konon zaman dahulu kala dimana masih adanya tata pemerintahan kerajaan, kata Galuh dimaksudkan sebgai putri raja yang aktif dalam pemerintahan dan masih lajang.
Referensi saya yang lain menyebutkan bahwa kata ini tidak hanya populer dalam bahasa sanskerta, tetapi juga ditemukan dalam tradisi masyarakat sunda. Kata ini identik dengan ‘galeuh’ yang dimaknai sebagai bagian tengah (inti) pohon atau kayu berwarna kehitam-hitaman dan keras. Masih dalam tradisi masyarakat sunda bahwa kata ‘Galuh’ ini dipahami sebagai ‘galih’ yang bermakna ‘qalbu’ atau ‘hati’. Hal ini tercermin dalam ungkapan orang sunda “Galuh galeuhna galih” yang kira-kira diartikan kedalam bahasa Indonesia menjadi ‘Galuh intinya hati’ dan ‘inti hati adalah galuh’
Selain dua bahasa tersebut, kata ini juga terdapat dalam bahasa Tagalog yaitu ‘saka lo’ yang berarti ‘dari sungai asalnya’. Dalam artian lain maksudnya adalah air. Maka ada ungkapan dalam bahasa ini dengan kata ‘segaluh’ atau ‘sagaluh’.
Setidaknya 3 bahasa tersebutlah yang saya jadikan untuk memahami kata ini secara lebih mendalam. Namun, tampaknya hal ini akan menjadi lebih mendalam apabila kita lihat pula pemakaian kata ini pada masa sebelum terbentuknya NKRI.
Dalam Tradisi Masyakarat Indonesia Tempoe Doeloe
Pada awal abad ketujuh ternyata telah ditemukan penggunaan kata ini. Bahkan disinyalir merupakan nama kerajaan yaitu Kerajaan Galuh yang mana pusat pemerintahannya berada di Bojong. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pemakian kata ini pada awalnya berasal dari mitologi. Pada waktu itu, ada cerita masyarakat yang mana tokoh utamanya adalah Ratu Galuh. Ratu ini konon menurut legenda merupakan penguasa di daerah Bojong. Ratu ini dikenal memiliki ilmu sakti mandraguna yang tak tertandingi. Nah, mitologi ini beredar jauh sebelum berdirinya kerajaan Galuh.
Selanjutnya beredarlah pemakaian kata ini untuk nama-nama daerah di nusantara. Pada peta Pulau Jawa, khususnya peta kuno, ditemukan daerah atau wilayah yang menggunakan kata ini, antara lain Galuh (Probolinggo), Galuh Timur (Bumiayu), Samigaluh (Purworejo), Sagaluh (Purwodadi), Sirah Galuh (Cilacap), Rajagaluh, Ujung Galuh, Tatar Galuh (wilayah Kerajaan Galuh). w Galuh Dalam Sumber Tradisi.
Jadi, walau kata ini cukup asing didengar, tapi telah ada sejak zaman dahulu kala. Hal ini sejalan dengan keberadaan kerajaan dan kabupaten yang juga dikenal oleh masyarakat melalui sumber-sumber tertulis berupa babad/naskah, diantaranya: Babad Bojong Galuh, Babad Galuh-Imbanagara, Carita Ciung Wanara, Carita Lutung Kasarung, Carita Parahyangan, Sanghyang Siksa Kandang Karesian, Wawacan Sajarah Galuh, dan lain-lain.
Eksistensi kerajaan dan kabupaten dengan penggunaan kata ini diikuti oleh corak kehidupan masyarakat yang melahirkan budaya Galuh. Dalam budaya Galuh terkandung hal-hal yang berupa kearifan lokal, sekaligus bersifat falsafah yang disebut ”Falsafah Kagaluhan”. Falsafah ini merupakan suatu ilmu yang diciptakan oleh Prabu Haurkuning – keturunan raja Galuh –, sehingga ilmu itu disebut ”Elmu Kagaluhan Haurkuning”. Inti ilmu/falsafah itu adalah prinsip dalam kehidupan manusia:
”Hirup kumbuh téh kudu didasaran ku silih asih. Ananging hirup téh teu cukup ku asih baé, tapi kudu dipirig ku budi pekerti anu hadé. Kudu aya pamilih antara hadé jeung goréng. Ari nu sok kaseungitkeun teh taya lian anging anu berbudi”.
(Hidup bermasyarakat harus dilandasi oleh kasih-mengasihi. Namun tidak cukup demikian, tetapi harus disertai pula oleh budi pekerti yang baik. Harus dapat membedakan, mana yang baik dan mana yang buruk. Orang berbudi baik, namanya akan ”harum”).
Satu hal yang pasti bahwa kata ‘Galuh’ ini memiliki landasan filosofis yang dalam setidaknya kalau kita merujuk etimologi (asal kata) dari kata itu sendiri. Apalagi hal ini diperkuat dengan falsafah kegaluhan. Nah, sekarang Apakah Anda Pernah Mendengar Kata ‘Galuh’? jawabannya, tentu, bahkan tidak hanya sekedar tahu tapi juga sudah memahami. Salam Literasi!
(Admin)