Berita Jabar, galuh.id – Asosiasi guru honorer Provinsi Jawa Barat (Jabar) menuntut kebijakan terkait formasi ASN untuk guru Bahasa Sunda.
Dari keterangan pers yang diterima galuh.id, Selasa (16/4/2024), asosiasi berencana untuk beraudiensi dengan Kepala Bidang GTK Disdik Provinsi Jabar.
Dalam audiensi itu, ada beberapa tuntutan yang akan mereka sampaikan demi memberi rasa keadilan bagi guru honorer Bahasa Sunda.
Adapun tuntutannya antara lain sebagai berikut:
- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar harus patuh pada aturan baru sebagaimana terbitnya UU nomor 20 tahun 2023 tentang ASN.
Aturan sebelumnya yaitu di Peraturan Menpan-RB RI Nomor 20 Tahun 2022 pasal 4 dan 5 tentang format P1, P2, P3, dan P4 otomatis sudah tidak berlaku lagi;
- Pemprov Jabar harus mendahulukan guru non-ASN yang berasal dari SMA/SMK Negeri yang sudah mengabdi selama bertahun-tahun untuk diangkat sebagai ASN;
- Memfasilitasi semua kuota formasi yang asosiasi serahkan sebagai dasar untuk pengangkatan guru ASN Bahasa Sunda;
- Pemprov Jabar harus proaktif dan terus mengupayakan formasi ASN untuk guru Bahasa Sunda karena kebutuhan sekolah-sekolah masih sangat banyak.
Apabila Pemprov Jawa Barat tidak mengupayakan semua tuntutan tersebut, artinya sudah melanggar Undang-undang yang sudah berlaku.
Baca Juga: Nasib Pilu Mantan Honorer di Kota Banjar Jadi Pengemis Jalanan
Kebijakan Formasi ASN untuk Guru Bahasa Sunda
Guru honorer mata pelajaran Bahasa Sunda yang telah bertahun-tahun mengajar dan mengabdi di sekolah-sekolah negeri kembali harus gigit jari.
Pasalnya, kebijakan Pemprov Jabar melalui Bidang GTK Dinas Pendidikan mengenai formasi ASN pada PPPK masih jauh dari harapan.
Pada tahun 2024, Pemprov Jabar merencanakan penyelesaian untuk pelamar prioritas pertama (P1) dari formasi PPPK tahun 2022.
Hal ini tidak sejalan dengan terbitnya Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dengan terbitnya aturan tersebut, format P1, P2, P3, dan P4 sebagaimana sebelumnya tercantum di Peraturan Menpan-RB Nomor 20 Tahun 2022 pasal 4 dan 5, sudah tidak berlaku lagi.
Permasalahan lainnya adalah pelamar yang sudah mendapatkan keterangan P1 kebanyakan merupakan guru-guru honorer.
Para guru honorer yang sudah mendapatkan keterangan P1 ini belum pernah mengabdi dan mengajar di sekolah-sekolah negeri.
Apabila melihat dari UU nomor 23 tahun 2023, aturan tersebut mengarahkan pada penyelesaian guru non-ASN sampai Desember 2024.
Guru non-ASN yang dimaksud adalah yang telah mengajar dan tercatat di DAPODIK sebagai guru sekolah negeri.
Oleh karena itu, Asosiasi Guru Honorer Bahasa Daerah Seluruh Indonesia (AGHBDSI) Provinsi Jabar terus mengupayakan untuk perubahan kebijakan.
Salah satunya yaitu beraudiensi dengan Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdik Provinsi Jawa Barat. (GaluhID/Evi)