Kamis, November 21, 2024

Birokrat di Jabar Harus Mampu Beradaptasi Dalam Birokrasi 3.0

Baca Juga

Berita Jabar, galuh.id – Birokat di Jabar menurut Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan jika ingin sukses dan menjadi pemenang dalam kompetensi birokrasi 3.0.

”Siapa yang tak mau berubah, dia pasti ketinggalan. Siapa yang konsisten melakukan perubahan dan beradaptasi, maka dia akan relevan dan menjadi pemenang,” ujar Ridwan Kamil, di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Senin (22/6/2020).

Birokat di Jabar Harus Memiliki Tiga Nilai

Untuk itu, Gubernur yang biasa disapa Kang Emil ini menekankan, Aparatur Sipil Negara (ASN) di Jabar harus memiliki tiga nilai. Yakni berintegritas, melayani dengan sepenuh hati, dan profesional.

Lebih lanjut Emil menerangkan, pemerintah daerah (pemda) provinsi Jabar menerapkan Birokrasi 3.0 atau birokrasi dinamis (dynamic government) dan konsep Penthahelix, di setiap proses pembangunan.

Birokrasi dinamis adalah pola pembangunan kolaboratif yang memungkinkan keterlibatan semua pemangku kepentingan, di luar Aparatur Sipil Negara (ASN).

Sementara untuk konsep Penthahelix, pemprov Jabar menggandeng 5 unsur. Yaitu ABCGM (Akademisi, Bisnis, Community, Government, dan Media) di setiap proses dan kegiatan pembangunan.

“Artinya di 3.0 ini kami mengajak semua elemen yang mencintai Jabar, untuk bergabung menjadi elemen-elemen dengan fungsi kebirokrasian,” jelas Emil, dalam program Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) melalui video conference.

Di birokrasi 3.0 ini, 5 unsur ABCGM dirangkul. Sehingga setiap dinas di Jabar memiliki penasehat atau staf ahli yang berasal dari aktivis, komunitas, pebisnis, dan akademisi sebagai pemberi masukan.

Emil berkata, sebagian pemerintahan di Indonesia saat ini masih menerapkan birokrasi 1.0 dan 2.0. Dimana penerapan manajemen birokrasinya berdasarkan pada aturan atau rule based government.

Dalam birokrasi ini, pembangunan akan dilakukan jika aturannya ada. Namun, birokrasi rule based government ini menurut Emil, tidak kolaboratif. Karena birokrasinya masih menganggap bahwa semua urusan adalah urusan birokrasi.

”Birokrasinya masih menganggap bahwa semua urusan adalah urusan birokrasi. Itu kelemahannya sehingga tidak kolaboratif,” tutur dia.

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia, kata Emil, memerlukan unsur kolaborasi, inovasi, dan desentralisasi. Sebab, pembangunan bukan hanya domain pemerintah.

Pembangunan butuh kolaborasi dan inovasi karena tantangan selalu berubah-ubah. Untuk Indonesia yang kompleks, pembangunan yang baik harus menerapkan manajeman desentralisasi.

“Harus ada kolaborasi dan inovasi. Saya juga tidak terlalu pro pada pemusatan. Untuk Indonesia yang kompleks ini, manajemen yang baik adalah manajemen desentralisasi untuk apapun,” pungkasnya. (GaluhID/Evi)

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -
 
 
Berita Terbaru

Erick Thohir Ungkap Potensi Emil Audero Gabung ke Timnas Indonesia

olahraga, galuh.id- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan tanggapan mengenai potensi penjaga gawang Como 1907, Emil Audero, bergabung dengan...

Artikel Terkait