Ciamis, galuh.id – Kolotik dikenal masyarakat pada 28 Juli 2020 lalu. Alat musik kolotik awalnya berkembang di wilayah Kecamatan Cimaragas, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudpora) Kabupaten Ciamis mematenkan alat musik kolotik di HAKI pada Juli 2020 lalu.
Kolotik merupakan singkatan dari kolotok leutik atau kolotok kecil. Kolotok sendiri merupakan gantungan yang biasa ada pada leher hewan ternak seperti kerbau dan sapi.
Terinspirasi dari benda bernama kolotok tersebut, dua seniman dan budayawan asal Bojongsalawe, Kecamatan Cimaragas, yakni Bah Latif Adiwijaya dan Bah Nani membuat kolotok dalam ukuran kecil.
Kolotok kecil atau kolotik ini terbuat dari tempurung kelapa, di daerah Cimaragas memang banyak tumbuh pohon kelapa. Berbeda dengan kolotok biasanya yang terbuat dari kayu dan ukurannya besar.
Kolotik kemudian banyak diproduksi untuk merchandise khas dari Kampung Salawe, Kecamatan Cimaragas, Kabupaten Ciamis.
Tahun 2019, Kepala Disbudpora Erwan Darmawan bersama Sekdis Iing Ahmad Rifai (alm), kolotik dikembangkan menjadi sebuah alat musik yang khas.
Baca Juga: Alat Musik Kolotik, Potensi Kekayaan Budaya Baru di Ciamis
Ketika kolotik digoyangkan, ternyata keluar suara merdu. Dari sanalah mulai tercetus ide untuk dibuat kolotik yang menghasilkan nada.
Proses modifikasi pun dimulai, hasilnya kolotik bisa diberi nada dengan suara unik dan khas. Awalnya memang kolotik hanya hanya memiliki nada pentatonik, kemudian berkembang menjadi tangga nada diatonik.
Pada 29 Juli 2022 digelar konser kolotik untuk pertama kalinya. Disbudpora Ciamis menggelar konser kolotik yang dikolaborasikan dengan angklung dan marching band.
Pegiat budaya Dodenk Didi dan Rina guru SMAN 1 Cimaragas, terus mengembangkan kesenian kolotik. Awalnya seni kolotik hanya sebagai musikpengiring. Namun, sejak 2022 kolotik dikembangkan menjadi musik instrumen, berkat dukungan Kampung Angklung Desa Panyingkiran. (Galuh ID/Khairul)