Ciamis, galuh.id – Sudah sejak lama beredar mitos di kalangan warga Sumedang terkait Situ Lengkong, Panjalu di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Mitos tersebut adalah larangan bagi warga Sumedang menyeberangi Situ Lengkong.
Lantaran mitos ytersbeut, tidak ada warga Sumedang yang berani menyeberangi Situ Lengkong Panjalu ke Nusa Larang atau Nusa Gede di tengah danau. Biasanya peziarah akan menaiki perahu untuk menuju Nusa Larang yang jadi tujuan ziarah.
Mitos tersebut sudah dipercaya sejak ratusan tahun. Konon warga Sumedang yang nekat menyeberangi Situ Lengkong akan celaka atau tenggelam.
Kenapa mitos tersebut muncul di kalangan warga Sumedang? Ada yang menduga mitos ini dihembuskan pemerintah kolonial Belanda dengan tujuan memecah belah.
Kala itu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sumedang Larang punya ikatan emosional lantaran masih satu keturunan. Belanda berusaha memecah belah kedua kerajaan tersebut untuk keuntungannya.
Namun mitos larangan warga Sumedang menyeberangi Situ Lengkong ini patah dengan sendirinya setelah acara Kirab Mahkota Binokasih yang digelar di 4 daerah, termasuk di Kabupaten Ciamis.
Kirab Mahkota Binokasih digelar di dua lokasi Kabupaten Ciamis, yaitu Astana Gede Kawali dan Situ Lengkong Panjalu pada Rabu (17/4/2024).
Saat diarak di Situ Lengkong, Mahkota Binokasih dibawa ke Nusa Larang dengan menggunakan perahu. Tak hanya warga Ciamis, ada juga warga Sumedang bahkan keturunan Kerajaan Sumedang Larang yang ikut menyeberang dan mengarak Mahkota Binokasih.
Semua warga Sumedang selamat, tidak terjadi apa-apa pada mereka. Hal inilah yang mematahkan mitos warga Sumedang tidak bisa menyeberang ke Nusa Larang di tengah Situ Panjalu, Ciamis.
Baca Juga: Simbol Persatuan dalam Kirab Mahkota Binokasih di Ciamis, Disbudpora: Satu Sunda Saamparan
Kirab Mahkota Binokasih Simbol Persatuan, Mematahkan Mitos Larangan Warga Sumedang Menyeberangi Situ Lengkong Ciamis
Kepala Dinas Kebudayaan dan Olahraga (Disbupora) Kabupaten Ciamis, Erwan Darmawan mengatakan, Mahkota Binokasih merupakan simbol persatuan antara Kerajaan Galuh dan Sumedang Larang.
Mahkota Binokasih dipakai untuk mengukuhkan atau melantik para Raja Galuh. Mahkota ini dibuat warga Galuh bernama Bunisora.
“Selama ini Ciamis merindukan hadirnya mahkota Binokasih. Tapi dengan kebersamaan mahkota itu bisa didatangkan ke Ciamis,” katanya, Rabu (17/4/2024).
Erwan menyebut, meskipun Mahkota Binokasih berada di keraton Sumedang Larang, namun pihak keraton menyadari mahkota bukan hanya milik Sumedang.
“Jadi melalui kirab tentunya menyatukan warga Sumedang Larang, Galuh, dan Padjajaran. Sehingga satu ikatan, satu Sunda saamparan. Kita sama-sama melestarikan budaya Sunda,” katanya.
Terkait Kirab Mahkota Binokasih mematahkan mitos larangan warga Sumedang mennyeberangi Situ Lengkong, Kabid Destinasi Wisata Dinas Pariwisata Ciamis Dian Kusdiana punya pandangan sendiri.
“Kirab Mahkota Binokasih ini kan semua memecahkan mitos, mematahkan mitos bahwa orang Sumedang yang Ulin ke Situ Panjalu Matak cilaka (orang Sumedang yang main ke Situ Panjalu akan celaka),” katanya, Kamis (18/4/2024).
Sementara rangkaian kegiatan Kerajaan Keraton Sumedang Larang sendiri menyeberang ke Nusa Larang di Tengah Situ Lengkong, Panjalu.
“Kegiatannya kan nyebrang ke Nusa Larang, muter di Situ Lengkong dengan perahu, ternyata selamat tidak apa-apa. Nah ini mematahkan mitos (warga Sumedang) tidak bisa nyebrang ke Nusa Larang,” jelasnya.
Dian menambahkan, Dinas Pariwisata Ciamis akan memberikan informasi ini sehingga warga Sumedang bisa berwisata ke Situ Lengkong, Panjalu. Bahkan ke Astana Gede Kawali dan Situs Karangkamulyan.
“Untuk itu, kami dari Dinas Pariwisata akan memberikan informasi ini agar warga Sumedang tidak lagi ragu berwisata ke Situ Lengkong Panjalu, Astana Gede Kawali dan Situs Karangkamulyan,” katanya. (GaluhID/Khairul)