Pangandaran, galuh.id – Karya puisi Tanah Terlantar di Pangandaran oleh Soni Ramdani berhasil mencerminkan perasaan dan perjuangan masyarakat, khususnya para petani dalam mempertahankan hak atas tanah.
Melalui puisinya, Soni menggambarkan dinamika sengketa agraria yang melibatkan tanah garapan masyarakat setempat selama lebih dari 25 tahun.
“Konflik ini mencakup klaim dari berbagai pihak yang menimbulkan ketidakpastian bagi para petani yang telah lama menggantungkan hidupnya pada lahan tersebut,” kata Soni, pada Sabtu (16/11/2024).
Soni mengatakan, Karya ini mengangkat isu penting terkait kurangnya kejelasan dalam klaim kepemilikan tanah dan mendesak adanya kebijakan agraria yang lebih transparan dan adil.
“Pesannya menyoroti perlunya sistem agraria yang tidak hanya memperhatikan kesejahteraan petani, tetapi juga memastikan keadilan dalam pembagian sumber daya alam,” ujarnya.
Baca Juga: Gempa Guncang Pangandaran, Menurut BMKG Belum Ada Laporan Kerusakan
Soni juga menyisipkan harapan akan keberlanjutan reforma agraria yang berpihak pada pemerataan dan melibatkan semua pihak dalam proses pengambilan keputusan.
“Puisi ini menjadi seruan untuk menciptakan dialog inklusif antara masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya demi solusi bersama yang adil,” ungkapnya.
Berikut puisi Tanah Terlantar di Pangandaran karya Soni Ramdani
Tanah yang terlantar terbengkalai lama..
HGU yang dulu berkuasa..
kini terbiar, tak terjaga..
Ribuan langkah petani menyemai asa..
Di atas tanah yang di garap 25 tahun lamanya..
Namun kini datang mereka yang mengaku ahli waris..
Mengklaim hak yang jelas tidak tertulis..
Mengunggah keresahan yang merundung hati..
Menjadi problematik para petani..
Di balik kata “kepemilikan” yang mereka goreskan..
Di balik kata “waris”
Yang mereka lontarkan..
Pikirnya hal itu menjadi suatu penguatan..
Namun, semua palsu tanpa adanya data dan fakta secara nyata..
Kami tuntut sebuah kejelasan..
Tentang tanah yang telah menjadi sumber kehidupan rakyat Pangandaran..
Agar hak rakyat tidak di gilas kejahatan yang manipulatif berselimut kebijakan..
Oleh klaim tanpa dasar, terbungkus rapat dalam dusta yang penuh kepalsuan..
Kami beraksi untuk reforma agraria sejati..
Bahwa tanah untuk petani, guna mewujudkan kesejahteraan yang hakiki..
Bukan untuk hak yang berpindah tangan tanpa arti..
Tapi untuk rakyat yang menggarap berjuang dengan ikhlas sepenuh hati…
Dengarkan suara kami yang terdengar lantang..
Dengan pantang kami menuntut masih dengan cara aksi tenang..
Buka mata, Buka hati…
Yang sepertinya tertutup rapat tanpa mendengarkan aspirasi..
Serikat petani pasundan datang berjuang…
Menolak perpanjangan perusahaan yang tanpa dimusyawarahkan..
Kami datang berjuang bukan untuk kepentingan diri sendiri..
Tapi bersama rakyat petani Pangandaran..
menuntut hak yang menjadi tak bisa digoyahkan..
Agar menjadi suatu yang berkeadilan..
Dengan bahasa yang halus namun penuh makna, puisi Tanah Terlantar di Pangandaran mengingatkan pentingnya komunikasi dan kerja sama dalam menyelesaikan konflik agraria.
Puisi ini mencerminkan harapan akan hadirnya kebijakan agraria yang mengutamakan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. (GaluhID/Tegar)
Editor: Evi