Berita Nasional, galuh.id– Pernyataan Setyono Djuandi Darmono, praktisi pendidikan tentang penghapusan pelajaran agama di sekolah mendapat kritikan dari Ketua Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (HMPI) Bidang Keagamaan, Fadhly Azhar. Fadhly Azhar berharap pemerintah menolak usulan tersebut. Lantaran usulan tersebut dinilai Fadhly tidak ramah untuk masyarakat awam yang kurang paham.
“Sesungguhnya Pendidikan Agama tersebut jangan dijadikan alasan terjadinya anti kohesi sosial dalam menguatnya radikalisasi-sektarian di ruang publik virtual, maupun kehidupan sehari-hari,” tegas Fadhly Azhar, yang juga dikenal sebagai Ketua Bidang Kajian Strategis GNKRI (Gerakan Nasionalis Kebangsaan Rakyat Indonesia), dalam acara Workshop Kompetensi Pendidik Pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren Salafiyah di MG Setos Semarang, Jum’at (5/7/2019) lalu.
Sekretaris Yayasan Institut Parahikmah ini juga mengatakan hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam fenomena penguatan superioritas golongan adalah perangkat tenaga pendidik, standar isi dan struktur kurikulum yang dinilainya sangat radikalis-sektarian.
“Makanya, perlu ada standar kompetensi moderasi agama dalam penentuan perangkat tenaga pendidik, standar isi bahkan struktur kurikulumnya, agar menciptakan instrumentalisasi pendidikan agama yang tobat golongan alias moderat,” katanya.
Fadhly juga menegaskan Pendidikan Agama merupakan medium paling kuat dalam pembentukan Kearifan dan Hikmat Kebijaksanaan dalam proses berbangsa, bernegara dalam kehidupan kewarganegaraan. Karena itu, kata dia tak perlu ada penghapusan pelajaran agama di sekolah.
“Sementara bagi masyarakat yang tidak terlalu memahami agama, bukanlah suatu entitas yang kacau bahkan justru solid sebagai medium internalisasi kebijaksanaan dan kearifan, karena itu tidak perlu menghakimi agama sebagai biang terhadap munculnya anti kohesi sosial,” tegasnya.
Fadhly memberi contoh fenomena di Iran, dimana Wilayatul Faqih justru menjadi spirit agama dalam pembentukan kebijaksanaan dan kearifan, hingga muncul Falsafatuna dan Iqtishaduna.
“Kalau Einstein mengatakan agama tanpa ilmu adalah lumpuh, sedangkan ilmu tanpa agama adalah buta, maka saya perlu menambahkan bahwa ilmu dan agama tanpa hikmah adalah sekedar ornament. Karena itu, setiap pendidikan agama harus memiliki spirit kebijaksanaan dalam penyusunan pembentukan perangkat dan penyusunan instrumentalisasinya,” pungkasnya. (galuh.id/Ndu)