Ciamis, Galuh ID– Para mahasiswa Universitas Galuh Ciamis yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Nagarapageuh Kecamatan Panawangan mulai melakukan observasi mengenai Situs Budaya Gunung Pasarean Nagarapageuh untuk menjalankan program-programnya, Sabtu (11/8). Di situs tersebut terdapat makam tokoh bersejarah, yaitu makam Raden Undakan Kalangsari.
Ketua Kelompok KKN Unigal Ciamis Indra Demboy ketika melakukan observasi di Desa Nagarapageuh menyatakan, “situs budaya yang ada di Desa Nagarapageuh ini sangat bagus, banyak yang harus digali tentang sejarahnya karena jika kita sudah berhasil menggali potensi tersebut maka akan meningkatkan nilai-nilai budaya di daerah tersebut, dengan kata lain jika sudah tergali potensi budayanya maka akan meningkatkan nilai ekonomi di Desa Nagarapageuh.”
Menurut masyarakat setempat ada dua versi tentang sejarah keberadaan situs budaya Gunung Pasarean Nagarapageuh yaitu versi dari masyarakat dan versi seperti yang ditulis dalam suatu naskah sejarah dalam bahasa Arab Pegon. Hal ini dijelaskan oleh Juru Kunci Situs Budaya Gunung Pasarean Nagarapageuh kepada mahasiswa UNIGAL peserta KKN.
Ada baiknya pembaca sekalian menyimak penjelasan Amil, juru kunci Situs Budaya Pasarean Nagarapageuh ini. Tujuannya selain sebagai pengetahuan juga agar lebih mengenal lagi sejarah karuhun orang-orang Ciamis, hal ini penting sebagai penghormatan kepada para pelaku sejarah juga untuk menghargai asal-usul sejarah Ciamis pada umumnya.
Berdasarkan naskah Sejarah’’Arab Pegon” yang berada di Nagarapageuh, Raden Undakan Kalangsari merupakan Putra Sang Resi. Prabu Sang Resi sendiri adalah kakak dari Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang berkuasa setelah ayahnya Prabu Banyak Wangi meninggal dunia. Raden Undakan Kalangsari berniat merebut keraton kerajaan Padjajaran dari kekuasaan pamannya, tetapi niatnya dihalangi oleh sang ayah, Prabu Sang Resi. Tetapi keinginan Raden Undakan Kalangsari tak pernah padam hingga kesempatan tersebut datang ketika sang ayah meninggal dunia. Saat itu Raden Undakan Kalangsari dikenal sebagai salah satu senopati kerajaan Padjajaran.
Raden Undakan Kalangansari menuju keraton bersama empat orang temannya yaitu Ki Jaga Baya, Ki Lingga Payun, Ki Situ Gede dan Ki Nagarasuka. Ki Jaga Baya dan Ki Lingga Payung bertugas menjaga pintu besar gerbang keraton, Ki Situ Gede dan Ki Nagarasuka bertugas menjaga pintu Keraton. Sementara Ki Undakan Kalangsari masuk ke dalam keraton.
Perkelahian antara Raden Undakan Kalangansari dengan sang paman, Prabu Siliwangi tidak bisa dihindarkan lagi. Terjadi perkelahian antara keduanya, Prabu Siliwangi sempat diikat dan ditampar, tetapi ketika akan dipukul dengan lempengan besi, dengan tiba-tiba Raden Undakan Kalangansari terpental hingga keluar keraton dan tidak bisa lagi masuk ke dalam keratin. Maka, Raden Undakan Kalangansari bersama empat orang temannya pergi meninggalkan keraton tanpa tujuan hingga sampai ke Nagarapageuh.
Keempat sahabat Raden Undakan Kalangansari mencari tempat masing-masing untuk bermukin sehingga lahirlah Desa Jagabaya, Desa Lingga Payung, Desa Situ Gede dan Desa Nagarasuka. Sedangkan Raden Undakan Kalangansari menuju jalan ke Aki Tuan Pinang Tiwi yang berasal dari Pakuan dan menetap bersama Aku Tuan Pinang Tiwi. Aki Tuan Pinang Tiwi saat mempunyai anak perempuan, Aki Tuan Pinang Tiwi merestui Raden Undakan Kalangansari untuk meminang putrinya dengan syarat Raden Undakan Kalangsari harus mengembalakan kambing milik Aki Tuan Pinang Tiwi selama satu tahun. Raden Undakan Kalangansari mengembalakan kambingnya sampai di alun-alun Nagarapageuh.
Saat itu Nagarapageuh dikuasai oleh Jaya Sangara yang gemar berburu kijang yang suka mencari makan di alun-alun Nagarapageuh. Saat itulah Jaya Sangara bertemu dengan Raden Undakan Kalangansari. Jaya Sangara memarahi Raden Undakan Kalangansari karena gara-gara dirinya menggembala kambing, Kijang yang diburu oleh Jaya Sangara menghilang. Tetapi Raden Undakan Kalangsari merasa jika dia tidak bersalah mengingat tempatnya menggembalakan kambing itu adalah tempat umum.
Pertengkaran anatara keduanya tidak bisa dihindari, Jaya Sangara berkelahi dengan Raden Undakan Kalangansari. Jaya Sangara kalah dalam perkelahian tersebut dan Raden Undakan Kalangsari menguasai alun-alun Nagarapageuh.
Raden Undakan Kalangansari bertemu dengan Ki Tuan Kutajayana yang memiliki seorang anak perempuan yang terkenal karena kecantikannya. Raden Undakan Kalangsari mempunyai keinginan untuk meminang anak perempuan Ki Tuan Kutajayana dengan menukarnya dengan emas dan uang. Hal ini ditolak oleh Ki Tuan Kutajayana dengan alas an anaknya masih kecil dan masih harus belajar agama terlebih dahulu. Ki Tuan Kutajayana memberi syarat pada Raden Undakan Kalangsari, yaitu jika ingin menikahi putrinya maka Raden Undakan Kalangsari harus se-ilmu dan se-agama dengan putrinya. Saat itulah Raden Undakan Kalangsari memeluk agama Islam. Hal ini tidak serta merta, tetapi didahului dengan proses belajar ilmu agama yang dilakoni Raden Undakan Kalangsari, dalam prosesnya itulah Raden Undakan Kalangsari mengucapkan kalimat syahadat. Ki Tuan Kutajayana pun menepati janjinya dengan menikahkan putrinya dengan Raden Undakan Kalangsari.
Raden Undakan Kalangansari dan istrinya beserta mertuanya, Ki Tuan Kutajayana menetap di Nagarapageuh. Raden Undakan Kalangansari kemudian dikenal sebagai penyebar agama Islam di Nagarapageuh dan sekitarnya, hingga lambat laun Nagarapageuh menjadi basis Islam.
Raden Undakan Kalangansari menjadi guru besar dan mempunyai banyak murid serta melahirkan ulama-ulama besar di Nagarapageuh dan sekitarnya. Di antara keturunannya ada yang bermukim di Lengkong Karang Tawang, Kuningan. Raden Undakan Kalangansari menjadi tokoh agama Islam di Nagarapageuh sampai akhir hayatnya. Beliau dikebumikan oleh kerabat, murid serta cucu-cucunya dan seluruh lapisan masyarakat Nagarapageuh di Gunung Pasarean Nagarapageuh sedangkan Haji Kutajaya di kebumikan di sebelah barat Masjid Agung Nagarapageuh. Kepemimpinan Raden Undakan Kalangsari dilanjutkan oleh putranya yang bernama Dalem Nagarapageuh.
(Fahmi)