“Jumlah rasio ini harus menjadi perhatian serius karena besar, masuk Kejadian Luar Biasa (KLB). Wajarnya itu dari 100 tes, 1 yang positif,” katanya.
Selain tidak mendapat kebijakan dari program BPJS Kesehatan terkait pendaftaran ke rumah sakit, penyandang ODHA di Kota Banjar juga kesulitan lantaran tidak ada komunitas khusus yang mewadahi.
Sementara dukungan anggaran dari pemerintah sangat minim. Rika mengaku prihatin karena dari hasil visit, menemukan ODHA yang masih berusia 16 tahun.
“Saya sebagai warga yang peduli terhadap ODHA, meminta dukungan serius dan optimal dari Pemerintah Kota Banjar,” ujarnya.
Kabid P2P Dinkes Kota Banjar, dr. Ika Rika Rohantika mengatakan masalah klaim daftar pengobatan merupakan persoalan teknis dengan pihak BPJS Kesehatan.
Ia pun memastikan pada tahun depan, untuk pengambilan obat-obat atau pengobatan yang ringan bisa di Puskesmas.
“Terkecuali yang penanganan berat itu tetap harus di rumah sakit,” jelasnya.
Walikota Banjar Imbau Paramedis Permudah Pengobatan ODHA
Sementara itu, Walikota Banjar Hj. Ade Uu Sukaesih mengaku heran sekaligus kaget mengetahui hal tersebut.
Karena selama ini tidak ada laporan kepada dirinya, termasuk besaran kucuran anggaran untuk penanganan ODHA.