Banjar, galuh.id – Di sudut Kota Banjar, Jawa Barat, seorang pria paruh baya bernama Otong Dodi menjalani kehidupan penuh keterbatasan dan kesendirian.
Di usia 58 tahun, ia harus berjuang melawan kerasnya kehidupan tanpa sanak saudara, dengan kondisi fisik yang semakin melemah akibat stroke.
Otong tinggal di sebuah ruang sempit berukuran 1,5 x 1,5 meter, yang berdiri di depan bekas bengkel motor yang telah lama tutup.
Gubuk itu hanya terbuat dari kain dan kardus, tidak mampu melindunginya dari panas terik maupun hujan yang mengguyur Kota Banjar.
Hidup dalam keterbatasan, Otong harus mengandalkan belas kasihan warga sekitar untuk sekadar bertahan hidup.
Sejak mengalami stroke, ia kehilangan kemampuan untuk bekerja dan hanya bisa berharap ada uluran tangan yang membantunya melewati hari demi hari.
Tidak ada keluarga yang menemani, tidak ada tempat tinggal layak yang melindunginya dari dinginnya malam.
Sebelum jatuh sakit, Otong pernah bekerja sebagai tukang ojek di kawasan Pompa Pasar Banjar.
Namun, kehidupan yang dulu dijalaninya berubah drastis dua tahun lalu ketika ia harus berpisah dengan istrinya.
Sebelumnya, ia tinggal di Dusun Pananjung Barat, Desa Sinartanjung, Kecamatan Pataruman.
Namun, sejak menderita stroke, ia tidak mampu lagi menjalankan perannya sebagai kepala keluarga, yang akhirnya berujung pada perceraian.
Setelah perpisahan itu, ia kehilangan segalanya—rumah, pekerjaan, dan bahkan hubungan dengan kedua anak perempuannya.
Harapannya untuk mendapat dukungan dari keluarga kandas, karena mereka tidak lagi peduli dengan keadaannya.
Meski hidup dalam kesulitan, Otong masih mendapat perhatian dari sebagian warga setempat.
Salah satunya adalah Rastini, seorang warga yang sering melihat Otong berkeliaran di jalanan, meminta-minta makanan sambil menghadapi panas dan hujan tanpa tempat berteduh yang layak.
Merasa iba, Rastini pernah mengajak Otong tinggal bersamanya agar bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik.
Namun, Otong menolak karena tidak ingin merepotkan orang lain.
Rastini pun menawarkan tempat di bekas bengkelnya, tetapi tawaran itu juga tidak diterima oleh Otong.
“Setiap hari Otong hanya mengandalkan bantuan dari warga sekitar. Saya sebisa mungkin membantunya, karena saya tahu betapa sulit hidupnya,” ungkap Rastini.
Kepedulian terhadap Otong juga datang dari Ketua RT setempat, Yayan.
Ia membenarkan bahwa keluarga Otong, terutama kedua anak perempuannya, sudah tidak lagi peduli dengan kondisi sang ayah.
“Kami sudah mencoba menghubungi keluarganya, tetapi mereka tidak mau lagi mengurus Otong. Terutama kedua anaknya yang menolak menerima ayahnya kembali,” ujar Yayan.
Meski warga sekitar berusaha membantu sebisa mungkin, kondisi Otong memerlukan perhatian lebih dari pihak yang berwenang.
Ketua RT dan warga berharap ada tindakan nyata dari pemerintah agar Otong bisa mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak serta perawatan kesehatan yang memadai.
Walikota Banjar, H. Sudarsono, telah mengetahui kondisi Otong dan berjanji untuk mencari solusi terbaik bagi pria yang hidup dalam keterbatasan ini.
“Kami akan turun langsung ke lokasi dan berkoordinasi dengan pihak kelurahan untuk mencari solusi terbaik bagi Otong,” ujar Walikota melalui pesan singkat.
Kisah Otong Dodi adalah potret nyata dari mereka yang terlupakan di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota.
Di usianya yang senja, ia harus bertahan seorang diri dengan kondisi kesehatan yang semakin memburuk. (GaluhID/Diana)