Opini, galuh.id – Monumen Panji Siliwangi yang terletak di Dusun Cirikip Desa Cinyasag, Kecamatan Panawangan memerlukan perhatian serius. Monumen bersejarah ini kondisinya rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Plang nama monumen hurufnya sudah rusak dan copot. Area sekitar pun dipenuhi rumput yang cukup tinggi, semakin menambah kesan bahwa tempat ini kurang perawatan serius.
Padahal tempat bersejarah ini didirikan oleh Pangdam IV Siliwangi Mayor Jenderal TNI Himawan Soetanto, pada tahun 1975. Pembuatan monumen ini bertujuan untuk mengenang perjuangan rakyat yang membantu pasukan Siliwangi dalam menyelamatakan Panji (bendera) Siliwangi yang disembunyikan di sela-sela pelapah pohon kelapa setinggi 10 meter. Kini pohon kelapa tempat menyembunyikan bendera pun hanya tersisa tunggul setinggi kurang lebih satu meter.
Sekilas tentang sejarah penyembunyian Panji Siliwangi ini, dimulai ketika beberapa warga melakukan aksi untuk menyembunyikan Panji Siliwangi pasca perjuangan penumpasan PKI. Panji Siliwangi harus dipertahankan setelah terjadi penahanan anggota pasukan Siliwangi oleh Belanda dan gerombolan DI/TII. Bendera Siliwangi dititipkan kepada warga Dusun Cirikip, Desa Cinyasag, Kecamatan Panawangan karena daerah ini dinilai sebagai daerah bebas dari pengaruh politik.
Orang yang mendapatkan amanah titipan Panji Siliwangi tersebut adalah Lurah Sunahwi (alm). Berdasarkan kisah dari berbagai sumber, Lurah Sunahwi kerap membawa Panji Siliwangi itu di dalam ransel yang dibungkus dengan besek kecil. Namun, karena khawatir direbut kembali oleh Belanda dan DI/TII maka Panji Siliwangi disembunyikan di atas pohon kelapa.
Saat itu Belanda mengutus banyak mata-mata, sehingga Panji Siliwangi dikhawatirkan jatuh ke tangan lawan. Jika sampai Panji Siliwangi berhasil direbut lawan lawan, maka kekuasaan atas daerah Jawa Barat bakal jatuh kepada mereka.
Lurah Sunahwi dikenal baik oleh Letnan Mung Prabadi Mulyono (pimpinan pasukan Siliwangi). Sunahwi juga dikenal sebagai pengrajin gula nira. Untuk memastikan Panji Siliwangi aman dari musuh, Sunahwi menyembunyikan bendera tersebut di dalam selonsong Bambu yaitu tempat untuk menampung tetesan air nira kelapa. Beberapa rakyat ikut berjuang dan membantu aksi yang dilakukan oleh Lurah Sunahwi.
Monumen ini bercerita tentang semangat rakyat dalam memperjuangkan kejayaan pasukan Siliwangi. Beberapa tahun ke belakang, monumen ini masih digunakan untuk napak tilas, tetapi sekarang sudah tidak lagi.
Melihat kondisi yang ada di tempat tersebut, seyogyangya monumen ini dipelihara dengan baik. Selain sebagai bukti kecintaan dan penghargaan warga Ciamis kepada sejarah perjuangan bangsa, monumen ini bisa menjadi daya tarik tersendiri di kawasan Ciamis Utara.
Perbaikan huruf pada tulisan ‘Esa Hilang Dua Terbilang’, pembersihan rerumputan, penataan ulang taman, perbaikan pagar rantai dan pengecatan ulang monumen merupakan usaha yang bisa dilakukan sebagai langkah awal pengelolaan monumen tersebut.
Selain itu, tunggul kelapa yang hampir habis, sebaiknya dicabut dan diawetkan kemudian disimpan pada tempat yang lebih representatif. Penunjukkan pengelola yang serius dan bertanggungjawab merupakan saran yang harus dilakukan berikutnya.
Semoga dengan begitu, warga Ciamis Utara khususnya bisa lebih menghargai sejarah dan merasa bangga bahwa sejarah perjuangan bangsa pernah terjadi di sana. Selain itu, diharapakan bisa memberikan kontribusi di bidang wisata sejarah Kabupaten Ciamis. (galuh.id/Diantika)